Menorah
adalah salah satu lambang suci peribadatan Yahudi, digunakan oleh orang
Yahudi saat melakukan ritual keagamaan mereka. lilin bercabang tujuh
bakti yang merupakan simbol agama tertua yang menggambarkan semak yang
terbakar di Gunung Sinai. Hal ini dimaksudkan untuk melambangkan api
abadi Allah di rumah ibadat. Tidak diketahui secara pasti di mana
keberadaan Menorah yang dulu diletakkan di Bait Allah karena sejak kota
Jerusalem diratakan dengan tanah pada tahun 70 Masehi oleh Jenderal
Titus, keberadaan Menorah tersebut tidak diketahui lagi sampai saat ini,
dan menjadi Lambang Negara Israel adalah kandil (kaki dian) bercabang
7.
------------------------------ ------------------------------ ----------------------------
Menorah di depan Gedung Parlemen Israel
Menorah yang ada di depan Knesset ( Gedung Parlemen Israel ) dengan
tinggi 5 meter ini merupakan hadiah kemerdekaan untuk negara Israel dari
Partai Buruh di Inggris. Menora tersebut terbuat dari tembaga dan
merupakan hasil karya dari seorang seniman Inggris bernama Benno Elkan.
Pada tujuh cabangnya terdapat 29 ukiran timbul yang melukiskan sejarah
bangsa Yahudi. Dari kiri ke kanan terdapat gambar-gambar sebagai berikut
:
Cabang Pertama
Yesaya memberikan sabda ilahi; Yokhanan
Ben Zakkai mendirikan sebuah pusat keagamaan yang baru di Yabne; Orang
Yahudi di Spanyol dan pembuangan ke Babilonia.
Cabang Kedua
Ezra; Ayub; Kitab Talmud; Kitab Kidung Agung.
Cabang Ketiga
Daud berperang melawan orang Filistin; pendaratan para pengungsi Yahudi; dan persembahan Abraham.
Cabang Keempat
Musa di Gunung Sinai; dua loh batu berisi Sepuluh Perintah Allah; ;
Rut; Yehezkiel; peristiwa Holocaust oleh Nazi Jerman yang memusnahkan 6
juta orang Yahudi; kata-kata "Dengarlah hai Israel" (Shma Yisrael), yang
merupakan awal dari Syahadat Yahudi; dan para kolonis Israel.
Cabang Kelima
Simon Bar Kohba; harapan akan Mesias; pergulatan Yakob dengan Malaikat.
Cabang Keenam
Rabbi Hillel; Rabbi Hanina; Kabala; Halakha; dan peraturan keagamaan
Cabang Ketujuh
Yeremia; Perang Makabe; penyembahan Tuhan; dan Nehemia.
Adanya Menorah ini beserta gambar-gambar tersebut di depan Gedung
Parlemen Israel akan selalu mengingatkan para anggota Parlemen mengenai
sejarah yang dialami oleh Bangsa Yahudi mulai dari ribuan tahun yang
lalu sampai saat sekarang, dengan demikian para anggota Parlemen
diharapkan selalu berjuang demi kepentingan bangsa Israel itu sendiri.
------------------------------ ------------------------------ ----------------------------
Tugu Menorah Zionist Yahudi Terbesar di Dunia di Manado
Manado, Indonesia – Sebuah tugu baru menjulang setinggi 62 kaki (19
meter) di sebuah puncak dataran tinggi pinggiran kota Manado. Bangunan
itu tidak lain sebuah menorah raksasa, yang mungkin ukurannya paling
besar di seluruh dunia. Menorah adalah salah satu lambang suci
peribadatan Yahudi.
Lama dikenal sebagai daerah yang banyak
dihuni penganut dan misionaris Kristen, wilayah tersebut kini semakin
banyak menampakkan identitas Yahudi. Dengan restu dari pemerintah daerah
setempat, orang-orang keturunan Yahudi Belanda membuat ruang bagi
komunitas mereka di kawasan itu.
Bendera-bendera Israel
terlihat di pelataran ojek dekat tugu menorah raksasa. Salah satunya
terletak di dekat sebuah sinagog yang dibangun sekitar enam tahun lalu.
Bintang daud besar menghiasi langit-langit sinagog itu. Tugu, sinagog
dan fasilitasnya semua dibangun dengan biaya dari kas pemerintah daerah.
Sebelum meminta bantuan dari komunitas Yahudi lain di luar Indonesia,
kaum Yahudi setempat mempelajari ajaran agama mereka lewat internet.
Halaman-halaman Taurat hasil cetakan dari internet mereka kumpulkan.
Rekaman video berisi ajaran Yahudi mereka unduh dari YouTube. Mereka
bertanya tentang agamanya kepada Rabi Google.
“Kami hanya
berusaha menjadi Yahudi yang baik,” kata Toar Palilingan, 27,
sebagaimana dikutip The New York Times (22/11). Memimpin sebuah acara
makan malam perayaaan Sabbath di kediaman keluarganya, Toar mengenakan
pakaian ala Yahudi, dengan topi hitam lebar, kemeja putih dengan setelan
jas warna hitam.
Bersama sekitar sepuluh orang Yahudi, mereka biasanya beribadah di sebuah sinagog peninggalan Belanda di pinggiran kota Manado.
“Tapi jika dibandingkan dengan Yahudi di Yerusalem atau Brooklyn, kami
belum sebanding”, kata Toar Palilingan yang kini juga dikenal dengan
nama Yaakov Baruch, nama Yahudi yang dipakainya.
Palilingan alias Yaakov adalah angota Indonesian Jewish Community (IJC) sekaligus Ketua North Sulawesi Jewish Community (NSJC).
Indonesia dan Israel tidak memiliki hubungan diplomatik, namun sejak
berpuluh-puluh tahun lalu secara diam-diam pemerintah telah melakukan
kerjasama di bidang militer dan ekonomi dengan negara Zionis itu.
Beberapa tahun belakangan, para pengusaha dari Israel dan Yahudi dari
negara lain secara diam-diam berkunjung ke Indonesia untuk mencari
peluang usaha.
Salah satu di antaranya adalah Moshe Kotel. Pria
berusia 47 tahun ini lahir di El Salvador namun memiliki
kewarganegaraan Israel dan Amerika Serikat.
Dia telah
mengunjungi Manado setiap tahun sejak 2003 dan memiliki bisnis telur
organik. Kotel yang memiliki istri orang Manado mengatakan gugup, ketika
pertama kali mendarat di bandara setempat.
“Waktu itu sudah
pukul 11 malam, dan saya membawa tefilin,” cerita Kotel. Tefilin adalah
sepasang kotak kulit kecil hitam tempat menyimpan gulungan perkamen
berisi ayat-ayat Torah yang biasa dililitkan di tangan dan lengan ketika
mereka membaca kitab sucinya.
“Tapi setelah melihat ada
bendera-bendera Israel di taksi-taksi bandara, saya selalu merasa
diterima di sini,” katanya. Pemerintah Sulawesi Utara mendirikan tugu
menorah itu tahun 2010 lalu dengan biaya 150 ribu dolar AS, kata
Margarita Rumokoy, kepala dinas pariwisata setempat.
Denny
Wowiling, seorang anggota DPRD setempat, menekankan bahwa orang Kristen
dan Muslim hidup damai di provinsi Sulawesi Utara. Tetapi ia juga
mengakui adanya kekhawatiran kalau mereka akan dijadikan target sasaran
orang-orang dari luar untuk membuat kerusuhan.
Ia juga
mengatakan dirinyalah mengajukan pembangunan menorah itu setelah melihat
tugu serupa yang terdapat di depan gedung Knesset di Israel. Katanya,
dia berharap tugu itu dapat menarik turis-turis dan pengusaha dari Eropa
berkunjung ke daerahnya.
“Agar orang-orang Yahudi melihat
bahwa ada simbol sakral ini, simbol sakral mereka, di luar negaranya,”
kata Denny yang seorang penganut Kristen Pantekosta.
Dua tahun
sebelum menorah raksasa itu didirikan, sebuah developer Kristen juga
mendirikan patung Yesus setinggi 98 kaki di puncak sebuah bukit di sana.
Ukurannya sekitar 3/4 dari patung Kristus Redeemer yang terkenal dari
kota Rio de Janeiro.
Menurut Anthony Reid, seorang pakar
masalah Asia Tenggara di Universitas Nasional Australia, pada masa
penjajahan Belanda komunitas Yahudi menguasai bisnis di banyak kota
dagang di Indonesia. Seringkali mereka menjalani usaha real estate,
bertindak sebagai penghubung antara pemerintah kolonial dan penguasa
setempat.
Pada masa sebelum kemerdekaan, keluarga keturunan
Yahudi Belanda di Menado menjalankan agama mereka secara
terang-terangan. Setelah itu mereka pindah agama Kristen atau Islam
dengan alasan untuk keamanan.
“Kami menyuruh anak-anak agar
jangan pernah bicara tentang leluhur Yahudi kami,” kata Leo van Beugen,
70, yang dibesarkan sebagai pengikut Katolik Roma. “Jadi cucu-cucu tidak
tahu.” Van Beugen adalah kakek-pamannya Toar Palilingan.
Baru
lebih dari sepuluh tahun lalu, ketika mereka berdebat tentang Bibel dan
Musa, nenek-bibinya mengungkap tentang darah Yahudi mereka. Toar
Palilingan yang bekerja sebagai dosen di Universitas Sam Ratulangi,
memiliki ayah seorang Kristiani dan ibu seorang Muslim.
Mereka
juga menjadi dosen di tempat yang sama. Saudara dari keluarga ibunya
merupakan keturunan imigran Yahudi Belanda abad ke-19, Elias van Beugen.
Nenek-bibinya menyarankan Toar menemui keluarga Bollegraf, salah satu
keluarga Yahudi terpandang di Menado. Oral Bollegraf yang kini berusia
50 tahun, menganut Kristen Pantekosta sepanjang hidupnya, tapi dia tahu
bahwa kakeknya adalah orang yang memelihara satu-satunya sinagog di
Menado di rumah keluarganya.
“Dulu kami tidak tahu kalau kami Yahudi,” kata Bellograf yang belum lama ini mengunjungi Israel bersama Toar Palilingan.
“Tapi semua orang di kota ini mengetahui kami keluarga Yahudi.” Toar
melakukan kontak dengan rabi Mordechai Abergel, seorang utusan gerakan
Chabad Labavitch di Singapura.
Chabad Lubavitch sendiri
bermarkas di Brooklyn, Amerika Serikat. Menurut Abergel, Toar Palilingan
telah melakukan sebuah “usaha yang hebat” untuk menyambung kembali akar
Yahudinya, meskipun dia belum melakukan perpindahan agama secara penuh.
Untuk menunjukkan komitmennya pada apa yang dia sebut sebagai
‘kemurnian’ ajaran Yahudi ultra Ortodoks, Toar Palilingan kadang
mengenakan pakaian khas Yahudi berupa setelan warna hitam putih saat
berada di tempat-tempat umum di Manado, bahkan ketika dia berada di
Jakarta. “Kebanyakan orang Indonesia belum pernah bertemu orang Yahudi,
jadi mereka mengira saya dari Iran atau tempat lain,” kata Toar.
Eksistensi Yahudi di Indonesia ternyata tidak hanya nampak di Synagog
Surabaya. Di Manado, komunitas Kristen Pantekosta melestarikan agama dan
tradisi Yahudi. New York Times dalam liputannya beberapa waktu lalu
menyoroti eksistensi Yahudi Manado bertajuk “In Sliver of Indonesia,
Public Embrace of Judaism.”
Sebuah menorah raksasa setinggi 62
kaki, dan mungkin yang terbesar di dunia, baru saja dibangun. Menorah
milik pemerintah daerah setempat ini melintasi pegunungan dan melewati
kota Manado. Menorah adalah salah satu lambang suci peribadatan Yahudi.
Area ini lama dikenal sebagai salah satu benteng Kristen dan apalagi
baru-baru ini tempat tersebut digunakan sebagai rumah untuk kelompok
Kristen evangelis dan kharismatik. Area yang berada di pinggiran utara
Indonesia ini sangat menonjolkan identitas Yahudi.
Hal tersebut
terjadi setelah beberapa orang memeluk agama sesuai dengan nenek moyang
mereka yang merupakan warga negara Belanda keturunan Yahudi.
Dengan ijin dan bantuan pemda setempat, mereka mendapat tempat untuk
kalangan mereka sendiri di Indonesia, sebuah negara dengan populasi
Muslim terbesar di dunia.
Jadi, uang rakyat dihambur-hamburkan
hanya untuk segelintir minoritas kecil (micro minority) yang justru
bukan suku asli asia atau justru bukan untuk suku asli Indonesia? Dan
hanya untuk mencari muka kepada Israel? Tidak seperti kepercayaan
lainnya yang multikultur dan dapat dianut oleh seluruh umat dunia,
Hebrew hanyalah kepercayaan “satu suku” saja.
Jauh lebih baik
dana sebesar itu untuk membuat Klenteng, Vihara, Gereja ataupun Pura,
karena pasti lebih banyak orang yang akan mengunjunginya untuk ibadah
dan merupakan kepercayaan dan agama yang sudah dianut ratusan tahun lalu
oleh nenek moyang bangsa Indonesia.
Yahudi hanyalah rumpun
suku seperti semua suku lainnya, yang sejak dulu selalu “diboncengi”
oleh kaum penganut disbeliever, satanic dan juga zionist. Oleh karenanya
sejak dulu pula, kaum yang dikenal sebagai penentang, pemburu dan
pembunuh para Nabi ini justru diturunkanlah orang-orang terpilih
tersebut di tengah-tengah kaum mereka, agar mereka sadar.
Mereka adalah barometer manusia paling “bandel”, namun walau begitu
diantara mereka banyak yang sadar, bahkan menjadi penganut agama yang
taat. Mereka juga pada awalnya selalu disusupi oleh penganut disbeliever
yang justru dari kaumnya sendiri.
Oleh karenanya, nyaris semua
Nabi diutus diantara mereka untuk menyadarkan. Karena sebagai barometer
umat, maka jika kaum mereka mengasihi umat lainnya, maka dunia akan
aman, tenteram dan damai tanpa ada peperangan.
Di Indonesia,
kaum turunan Yahudi ini terpaksa membaur dengan umat dan kepercayaan
lain, karena kepercayaan mereka tidak pernah diakui oleh negara.
Mereka telah berbaur dan masuk ke dalam agama-agama lainnya di
Indonesia. Penganut Yahudi Kristen tetap ke Gereja dengan Al-Kitabnya
namun hanya mengagungkan nabi Musa dan Daud.
Begitu pula dengan
kaum Yahudi Islam dengan Al-Qur’annya namun sama seperti kaum Yahudi
Kristen, mereka hanya mengagungkan Nabi mereka saja. Yahudi Islam
menggunakan pakaian yang sangat mirip seorang muslim, baju koko, peci,
sorban dan lainnya. Yang wanitapun berkerudung, sangat berbaur sekali
dengan umat lainnya.
Saat ini sudah ada 3000 Yahudi di
Surabaya, 5000 Yahudi di Jakarta dan 1000 Yahudi di Manado. Semoga saja
mereka menjadi Yahudi ortodok seperti kelompok Yahudi Neturei Karta,
yaitu Yahudi penentang zionist dan pembela bangsa-bangsa yang ditindas
zionist, seperti bangsa Palestina.
------------------------------
Menorah di depan Gedung Parlemen Israel
Menorah yang ada di depan Knesset ( Gedung Parlemen Israel ) dengan tinggi 5 meter ini merupakan hadiah kemerdekaan untuk negara Israel dari Partai Buruh di Inggris. Menora tersebut terbuat dari tembaga dan merupakan hasil karya dari seorang seniman Inggris bernama Benno Elkan. Pada tujuh cabangnya terdapat 29 ukiran timbul yang melukiskan sejarah bangsa Yahudi. Dari kiri ke kanan terdapat gambar-gambar sebagai berikut :
Cabang Pertama
Yesaya memberikan sabda ilahi; Yokhanan Ben Zakkai mendirikan sebuah pusat keagamaan yang baru di Yabne; Orang Yahudi di Spanyol dan pembuangan ke Babilonia.
Cabang Kedua
Ezra; Ayub; Kitab Talmud; Kitab Kidung Agung.
Cabang Ketiga
Daud berperang melawan orang Filistin; pendaratan para pengungsi Yahudi; dan persembahan Abraham.
Cabang Keempat
Musa di Gunung Sinai; dua loh batu berisi Sepuluh Perintah Allah; ; Rut; Yehezkiel; peristiwa Holocaust oleh Nazi Jerman yang memusnahkan 6 juta orang Yahudi; kata-kata "Dengarlah hai Israel" (Shma Yisrael), yang merupakan awal dari Syahadat Yahudi; dan para kolonis Israel.
Cabang Kelima
Simon Bar Kohba; harapan akan Mesias; pergulatan Yakob dengan Malaikat.
Cabang Keenam
Rabbi Hillel; Rabbi Hanina; Kabala; Halakha; dan peraturan keagamaan
Cabang Ketujuh
Yeremia; Perang Makabe; penyembahan Tuhan; dan Nehemia.
Adanya Menorah ini beserta gambar-gambar tersebut di depan Gedung Parlemen Israel akan selalu mengingatkan para anggota Parlemen mengenai sejarah yang dialami oleh Bangsa Yahudi mulai dari ribuan tahun yang lalu sampai saat sekarang, dengan demikian para anggota Parlemen diharapkan selalu berjuang demi kepentingan bangsa Israel itu sendiri.
------------------------------
Tugu Menorah Zionist Yahudi Terbesar di Dunia di Manado
Manado, Indonesia – Sebuah tugu baru menjulang setinggi 62 kaki (19 meter) di sebuah puncak dataran tinggi pinggiran kota Manado. Bangunan itu tidak lain sebuah menorah raksasa, yang mungkin ukurannya paling besar di seluruh dunia. Menorah adalah salah satu lambang suci peribadatan Yahudi.
Lama dikenal sebagai daerah yang banyak dihuni penganut dan misionaris Kristen, wilayah tersebut kini semakin banyak menampakkan identitas Yahudi. Dengan restu dari pemerintah daerah setempat, orang-orang keturunan Yahudi Belanda membuat ruang bagi komunitas mereka di kawasan itu.
Bendera-bendera Israel terlihat di pelataran ojek dekat tugu menorah raksasa. Salah satunya terletak di dekat sebuah sinagog yang dibangun sekitar enam tahun lalu.
Bintang daud besar menghiasi langit-langit sinagog itu. Tugu, sinagog dan fasilitasnya semua dibangun dengan biaya dari kas pemerintah daerah.
Sebelum meminta bantuan dari komunitas Yahudi lain di luar Indonesia, kaum Yahudi setempat mempelajari ajaran agama mereka lewat internet. Halaman-halaman Taurat hasil cetakan dari internet mereka kumpulkan. Rekaman video berisi ajaran Yahudi mereka unduh dari YouTube. Mereka bertanya tentang agamanya kepada Rabi Google.
“Kami hanya berusaha menjadi Yahudi yang baik,” kata Toar Palilingan, 27, sebagaimana dikutip The New York Times (22/11). Memimpin sebuah acara makan malam perayaaan Sabbath di kediaman keluarganya, Toar mengenakan pakaian ala Yahudi, dengan topi hitam lebar, kemeja putih dengan setelan jas warna hitam.
Bersama sekitar sepuluh orang Yahudi, mereka biasanya beribadah di sebuah sinagog peninggalan Belanda di pinggiran kota Manado.
“Tapi jika dibandingkan dengan Yahudi di Yerusalem atau Brooklyn, kami belum sebanding”, kata Toar Palilingan yang kini juga dikenal dengan nama Yaakov Baruch, nama Yahudi yang dipakainya.
Palilingan alias Yaakov adalah angota Indonesian Jewish Community (IJC) sekaligus Ketua North Sulawesi Jewish Community (NSJC).
Indonesia dan Israel tidak memiliki hubungan diplomatik, namun sejak berpuluh-puluh tahun lalu secara diam-diam pemerintah telah melakukan kerjasama di bidang militer dan ekonomi dengan negara Zionis itu.
Beberapa tahun belakangan, para pengusaha dari Israel dan Yahudi dari negara lain secara diam-diam berkunjung ke Indonesia untuk mencari peluang usaha.
Salah satu di antaranya adalah Moshe Kotel. Pria berusia 47 tahun ini lahir di El Salvador namun memiliki kewarganegaraan Israel dan Amerika Serikat.
Dia telah mengunjungi Manado setiap tahun sejak 2003 dan memiliki bisnis telur organik. Kotel yang memiliki istri orang Manado mengatakan gugup, ketika pertama kali mendarat di bandara setempat.
“Waktu itu sudah pukul 11 malam, dan saya membawa tefilin,” cerita Kotel. Tefilin adalah sepasang kotak kulit kecil hitam tempat menyimpan gulungan perkamen berisi ayat-ayat Torah yang biasa dililitkan di tangan dan lengan ketika mereka membaca kitab sucinya.
“Tapi setelah melihat ada bendera-bendera Israel di taksi-taksi bandara, saya selalu merasa diterima di sini,” katanya. Pemerintah Sulawesi Utara mendirikan tugu menorah itu tahun 2010 lalu dengan biaya 150 ribu dolar AS, kata Margarita Rumokoy, kepala dinas pariwisata setempat.
Denny Wowiling, seorang anggota DPRD setempat, menekankan bahwa orang Kristen dan Muslim hidup damai di provinsi Sulawesi Utara. Tetapi ia juga mengakui adanya kekhawatiran kalau mereka akan dijadikan target sasaran orang-orang dari luar untuk membuat kerusuhan.
Ia juga mengatakan dirinyalah mengajukan pembangunan menorah itu setelah melihat tugu serupa yang terdapat di depan gedung Knesset di Israel. Katanya, dia berharap tugu itu dapat menarik turis-turis dan pengusaha dari Eropa berkunjung ke daerahnya.
“Agar orang-orang Yahudi melihat bahwa ada simbol sakral ini, simbol sakral mereka, di luar negaranya,” kata Denny yang seorang penganut Kristen Pantekosta.
Dua tahun sebelum menorah raksasa itu didirikan, sebuah developer Kristen juga mendirikan patung Yesus setinggi 98 kaki di puncak sebuah bukit di sana. Ukurannya sekitar 3/4 dari patung Kristus Redeemer yang terkenal dari kota Rio de Janeiro.
Menurut Anthony Reid, seorang pakar masalah Asia Tenggara di Universitas Nasional Australia, pada masa penjajahan Belanda komunitas Yahudi menguasai bisnis di banyak kota dagang di Indonesia. Seringkali mereka menjalani usaha real estate, bertindak sebagai penghubung antara pemerintah kolonial dan penguasa setempat.
Pada masa sebelum kemerdekaan, keluarga keturunan Yahudi Belanda di Menado menjalankan agama mereka secara terang-terangan. Setelah itu mereka pindah agama Kristen atau Islam dengan alasan untuk keamanan.
“Kami menyuruh anak-anak agar jangan pernah bicara tentang leluhur Yahudi kami,” kata Leo van Beugen, 70, yang dibesarkan sebagai pengikut Katolik Roma. “Jadi cucu-cucu tidak tahu.” Van Beugen adalah kakek-pamannya Toar Palilingan.
Baru lebih dari sepuluh tahun lalu, ketika mereka berdebat tentang Bibel dan Musa, nenek-bibinya mengungkap tentang darah Yahudi mereka. Toar Palilingan yang bekerja sebagai dosen di Universitas Sam Ratulangi, memiliki ayah seorang Kristiani dan ibu seorang Muslim.
Mereka juga menjadi dosen di tempat yang sama. Saudara dari keluarga ibunya merupakan keturunan imigran Yahudi Belanda abad ke-19, Elias van Beugen.
Nenek-bibinya menyarankan Toar menemui keluarga Bollegraf, salah satu keluarga Yahudi terpandang di Menado. Oral Bollegraf yang kini berusia 50 tahun, menganut Kristen Pantekosta sepanjang hidupnya, tapi dia tahu bahwa kakeknya adalah orang yang memelihara satu-satunya sinagog di Menado di rumah keluarganya.
“Dulu kami tidak tahu kalau kami Yahudi,” kata Bellograf yang belum lama ini mengunjungi Israel bersama Toar Palilingan.
“Tapi semua orang di kota ini mengetahui kami keluarga Yahudi.” Toar melakukan kontak dengan rabi Mordechai Abergel, seorang utusan gerakan Chabad Labavitch di Singapura.
Chabad Lubavitch sendiri bermarkas di Brooklyn, Amerika Serikat. Menurut Abergel, Toar Palilingan telah melakukan sebuah “usaha yang hebat” untuk menyambung kembali akar Yahudinya, meskipun dia belum melakukan perpindahan agama secara penuh.
Untuk menunjukkan komitmennya pada apa yang dia sebut sebagai ‘kemurnian’ ajaran Yahudi ultra Ortodoks, Toar Palilingan kadang mengenakan pakaian khas Yahudi berupa setelan warna hitam putih saat berada di tempat-tempat umum di Manado, bahkan ketika dia berada di Jakarta. “Kebanyakan orang Indonesia belum pernah bertemu orang Yahudi, jadi mereka mengira saya dari Iran atau tempat lain,” kata Toar.
Eksistensi Yahudi di Indonesia ternyata tidak hanya nampak di Synagog Surabaya. Di Manado, komunitas Kristen Pantekosta melestarikan agama dan tradisi Yahudi. New York Times dalam liputannya beberapa waktu lalu menyoroti eksistensi Yahudi Manado bertajuk “In Sliver of Indonesia, Public Embrace of Judaism.”
Sebuah menorah raksasa setinggi 62 kaki, dan mungkin yang terbesar di dunia, baru saja dibangun. Menorah milik pemerintah daerah setempat ini melintasi pegunungan dan melewati kota Manado. Menorah adalah salah satu lambang suci peribadatan Yahudi.
Area ini lama dikenal sebagai salah satu benteng Kristen dan apalagi baru-baru ini tempat tersebut digunakan sebagai rumah untuk kelompok Kristen evangelis dan kharismatik. Area yang berada di pinggiran utara Indonesia ini sangat menonjolkan identitas Yahudi.
Hal tersebut terjadi setelah beberapa orang memeluk agama sesuai dengan nenek moyang mereka yang merupakan warga negara Belanda keturunan Yahudi.
Dengan ijin dan bantuan pemda setempat, mereka mendapat tempat untuk kalangan mereka sendiri di Indonesia, sebuah negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia.
Jadi, uang rakyat dihambur-hamburkan hanya untuk segelintir minoritas kecil (micro minority) yang justru bukan suku asli asia atau justru bukan untuk suku asli Indonesia? Dan hanya untuk mencari muka kepada Israel? Tidak seperti kepercayaan lainnya yang multikultur dan dapat dianut oleh seluruh umat dunia, Hebrew hanyalah kepercayaan “satu suku” saja.
Jauh lebih baik dana sebesar itu untuk membuat Klenteng, Vihara, Gereja ataupun Pura, karena pasti lebih banyak orang yang akan mengunjunginya untuk ibadah dan merupakan kepercayaan dan agama yang sudah dianut ratusan tahun lalu oleh nenek moyang bangsa Indonesia.
Yahudi hanyalah rumpun suku seperti semua suku lainnya, yang sejak dulu selalu “diboncengi” oleh kaum penganut disbeliever, satanic dan juga zionist. Oleh karenanya sejak dulu pula, kaum yang dikenal sebagai penentang, pemburu dan pembunuh para Nabi ini justru diturunkanlah orang-orang terpilih tersebut di tengah-tengah kaum mereka, agar mereka sadar.
Mereka adalah barometer manusia paling “bandel”, namun walau begitu diantara mereka banyak yang sadar, bahkan menjadi penganut agama yang taat. Mereka juga pada awalnya selalu disusupi oleh penganut disbeliever yang justru dari kaumnya sendiri.
Oleh karenanya, nyaris semua Nabi diutus diantara mereka untuk menyadarkan. Karena sebagai barometer umat, maka jika kaum mereka mengasihi umat lainnya, maka dunia akan aman, tenteram dan damai tanpa ada peperangan.
Di Indonesia, kaum turunan Yahudi ini terpaksa membaur dengan umat dan kepercayaan lain, karena kepercayaan mereka tidak pernah diakui oleh negara.
Mereka telah berbaur dan masuk ke dalam agama-agama lainnya di Indonesia. Penganut Yahudi Kristen tetap ke Gereja dengan Al-Kitabnya namun hanya mengagungkan nabi Musa dan Daud.
Begitu pula dengan kaum Yahudi Islam dengan Al-Qur’annya namun sama seperti kaum Yahudi Kristen, mereka hanya mengagungkan Nabi mereka saja. Yahudi Islam menggunakan pakaian yang sangat mirip seorang muslim, baju koko, peci, sorban dan lainnya. Yang wanitapun berkerudung, sangat berbaur sekali dengan umat lainnya.
Saat ini sudah ada 3000 Yahudi di Surabaya, 5000 Yahudi di Jakarta dan 1000 Yahudi di Manado. Semoga saja mereka menjadi Yahudi ortodok seperti kelompok Yahudi Neturei Karta, yaitu Yahudi penentang zionist dan pembela bangsa-bangsa yang ditindas zionist, seperti bangsa Palestina.
Posting Komentar